Jakarta Sumut21.online
Komisi XIII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Imigrasi beserta Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Wilayah Tengah dan Timur. Rapat ini berlangsung di Ruang Rapat Komisi XIII DPR RI, Jakarta, dengan agenda utama membahas peran kantor imigrasi dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara melalui pengawasan kedatangan orang asing serta pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam rapat tersebut, Komisi XIII menekankan pentingnya memastikan bahwa setiap individu yang masuk dan keluar dari wilayah Indonesia memiliki tujuan yang jelas dan sah. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan visa, termasuk penggunaan visa turis palsu yang sering kali menjadi modus operandi dalam praktik TPPO.
“Kita harus memastikan bahwa individu yang keluar masuk Indonesia memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan dokumen yang dimiliki. Jangan sampai ada celah yang dimanfaatkan untuk kepentingan ilegal,” ujar Kombes (Purn) Dr. Maruli Siahaan dalam rapat tersebut.
Dirjen Imigrasi juga diminta untuk memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum, terutama dalam pengawasan terhadap pelanggaran visa dan praktik perdagangan orang yang semakin marak terjadi.
Dalam diskusi yang berkembang, disoroti bahwa salah satu tantangan terbesar dalam menangani TPPO adalah sulitnya mendeteksi jaringan perdagangan manusia yang kerap beroperasi secara terselubung. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan investigasi mendalam terhadap setiap pelanggaran visa harus menjadi prioritas.
“Di Polda sudah ada Kasubdit untuk pengawasan orang asing. Mungkin dari Direktorat Intelijen bisa memberikan data yang lebih lengkap terkait TPPO agar bisa segera ditindak,” tambah Maruli Siahaan.
Selain itu, modus baru dalam TPPO juga dibahas, termasuk penggunaan visa turis palsu untuk membawa korban ke luar negeri guna dipekerjakan secara ilegal, termasuk dalam eksploitasi seksual. Oleh karena itu, pengawasan di titik-titik keberangkatan dan kedatangan perlu diperketat, serta koordinasi antara aparat hukum dan imigrasi harus ditingkatkan.
Salah satu langkah strategis yang diusulkan adalah pemetaan wilayah-wilayah yang sering menjadi jalur masuk dan keluar bagi jaringan perdagangan orang. Maruli Siahaan mencontohkan situasi di Sumatera Utara, di mana banyak jalur yang bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan, bukan hanya di Bandara Kualanamu, tetapi juga melalui Bandara Silangit, Nias, Sibolga, serta jalur laut di Tanjung Balai.
“Mereka (pelaku TPPO) sudah lebih pintar dari kita. Mereka mencari jalur yang bisa membuat petugas imigrasi lengah. Oleh karena itu, perlu ada pemetaan wilayah untuk memutus rantai perdagangan orang ini,” tegasnya.
Di samping itu, pentingnya adopsi teknologi canggih dalam sistem imigrasi juga menjadi perhatian. Teknologi biometrik, seperti yang diterapkan di negara-negara maju, dapat membantu dalam investigasi dan identifikasi individu yang masuk atau keluar dari Indonesia.
“Kita bisa mencontoh sistem biometrik yang digunakan di negara maju seperti Amerika Serikat. Dengan sistem ini, kita bisa lebih mudah mendeteksi siapa saja yang berpotensi melanggar aturan imigrasi atau terlibat dalam TPPO,” tambahnya.
Salah satu upaya preventif yang juga dibahas dalam rapat adalah memaksimalkan program Desa Binaan Imigrasi. Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya TPPO serta modus-modus penipuan yang sering digunakan dalam rekrutmen tenaga kerja ilegal ke luar negeri.
“Jika masyarakat tidak diberikan pemahaman yang cukup, mereka tidak akan tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi bujukan atau tawaran kerja yang mencurigakan. Oleh karena itu, Desa Binaan Imigrasi harus diperkuat,” kata Maruli Siahaan.
Selain itu, kampanye kesadaran publik juga dianggap penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya TPPO. Kampanye ini bisa dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial, televisi, dan radio, agar pesan dapat tersampaikan dengan lebih luas dan efektif.
Sebagai bentuk perlindungan terhadap korban TPPO, penyediaan layanan pengaduan khusus juga menjadi salah satu rekomendasi dalam rapat ini. Dengan adanya layanan ini, korban maupun masyarakat yang mengetahui adanya praktik TPPO dapat melapor dengan mudah dan mendapatkan bantuan yang cepat.
Rapat ini menegaskan bahwa peran imigrasi dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara sangatlah krusial, terutama dalam hal pengawasan orang asing dan pencegahan TPPO. Langkah-langkah strategis seperti pemetaan wilayah rawan, penguatan koordinasi dengan aparat hukum, penggunaan teknologi biometrik, serta edukasi masyarakat melalui Desa Binaan Imigrasi dan kampanye publik, diharapkan dapat mengurangi angka perdagangan orang di Indonesia.
Komisi XIII DPR RI berharap Dirjen Imigrasi dapat segera mengambil langkah konkret untuk mengimplementasikan rekomendasi yang disampaikan dalam rapat ini, demi meningkatkan keamanan perbatasan dan melindungi masyarakat dari bahaya TPPO.
(Harianto Siahaan)